BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Untuk meningkatkan hasil belajar dalam bentuk pengaruh intruksional
dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring terhadap hal-hal positif dan berguna
bagi siswa, guru harus pandai memilih isi pengajaran serta bagaimana proses
belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan di sekolah.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan
keberhasilannya, yakni pengaturan proses belajar mengajar dan pengajaran itu
sendiri yang keduanya mempunyai ketergantungan. Kemampuan mengatur proses
belajar mengajar yang baik akan menciptakan situasi yang akan memungkinkan anak
belajar sehingga mencapai titik awal keberhasilan pengajaran.
Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar dan
meningkatkan prestasi belajar siswa, mereka membutuhkan pengorganisasian proses
belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan
guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi proses belajar mengajar
yang efektif. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang apa itu
definisi dari belajar dan masalah jenis-jenis belajar dan jenis-jenis serta
kegiatan-kegiatan aktivitas belajarnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut
akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: “ Belajar
ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya”.[1]
B.
Jenis-jenis Belajar
Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang
memiliki corak yang berbeda antara satu dengan lainnya, baik dalam aspek materi
dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang
diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan
sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam.[2]Oleh
karena itu, jenis-jenis belajar akan diuraikan seperti berikut ini:
1.
Belajar
Abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir
abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecah
masalah-masalah yang tidak nyata.
2.
Belajar
Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan
gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan
otot-otot neorumuscular. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai
keterampilan jasmaniah tertentu.
3.
Belajar
Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami
masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya
adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah
sosial seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok, dan
masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.
Selain itu, belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan
nasehat pribadi demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang lain
atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berimbang dan
proposional.[3]
4.
Belajar
Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan
metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan
teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk
memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas.
5.
Belajar
Rasional
Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan
berpikir secara logis dan rasional ( sesuai dengan akal sehat ). Tujuannya
ialah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan
konsep-konsep.
Jenis belajar ini sangat erat kaitannya dengan belajar pemecahan
masalah. Dengan belajar rasional, siswa diharapkan memiliki kemampuan rational problem solving,
yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi
akal sehat, logis, dan sistematis.[4]
6.
Belajar
Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan
baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Balajar kebiasaan,
selain menggunakan perintah, suri teladan dan pengalaman khusus, juga
menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap
dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti
selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu ( kontekstual ).[5]
7.
Belajar
Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan ( judgment )
arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan
mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective skill) yang dalam hal ini
kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya
apresiasi sastra, apresiasi musik, dan sebagainya.
8.
Belajar
Pengetahuan
Belajar pengetahuan (studi) ialah belajar dengan cara melakukan
penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini juga dapat
diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk menguasai materi
pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan eksperimen. Tujuan belajar
pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman
terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat
khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium
dan penelitian lapangan.[6]
9.
Belajar
bagian ( part learning, fractioned leraning )
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia dihadapkan
pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif, misalnya mempelajari
sajak ataupun gerakan-gerakan mototis seperti bermain silat.[7]
10.
Belajar
dengan wawasan ( learning by insight )
Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang tokoh
Psikologi Gestalt pada permulaaan tahun 1971. Menurut Gestalt teori wawasan
merupakan proses mengorganisasikan pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk
menjadi salah satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian suatu
persoalan.[8]
11.
Belajar
diskriminatif ( discriminatif learning )
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih
beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman
dalam bertingkah laku.
12.
Belajar
global/keseluruhan ( global whole learning )
Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang
sampai pelajar menguasainya; lawan dari belajar bagian. Metode belajar global sering
juga disebut metode Gestalt. [9]
13.
Belajar
insidental ( incidental learning )
Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu
berarah-tujuan ( intensional ). Sebab dalam belajar insidental pada individu
tidak sama sekali kehendak untuk belajar. Atas dasar ini maka untuk kepentingan
penelitian, disusun perumusan operasional sebagai berikut: belajar disebut
insidental bila tidak ada intruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu
mengenai materi belajar yang akan diujikan kelak, dalam kehidupan sehari-hari
belajar insidental ini merupakan hal yang sangat penting.[10]
14.
Belajar
instrumental ( instrumental learning )
Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang
diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut
akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena itu cepat atau
lambatnya seseorang belajar dapat diatur dengan jalan memberikan penguat ( reinforcement
) atas dasar tingkat-tingkat kebutuhan.
Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar instrumental yang
khusus adalah “ pembentukan tingkah laku”. Di sini individu diberi hadiah bila
ia bertingkah laku sesuai dengan tingkah laku yang dikehendaki, dan sebaliknya
ia dihukum bila memperlihatkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang
dikehendaki. Sehingga akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu.
15.
Belajar
intensional (intentional learning )
Belajar dalam
arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental.
16.
Belajar
laten ( latent learning )
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat
tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten.[11]
17.
Belajar
mental ( mental learning )
Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi di sini tidak nyata
terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan
yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada
tugas-tugas yang sifatnya mototis, sehingga perumusan operasional juga menjadi
sangat berbeda. Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara
melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan
orang lainn dan lain-lain.
18.
Belajar
produktif ( productive learning )
R. Berguis ( 1964 ) memberikan arti belajar produktif sebagai
belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan
untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi lain.
Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip penyelesaian
satu persoalan dalam situasi ke siatuasi lain.
19.
Belajar
verbal ( verbal learning )
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui
latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam eksperimen
klasik dari Ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari belajar asosiatif
mengenai hubungan dua kata yang tidak bermakna
sam[pai pada belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian persoalan yang
kompleks yang harus diungkapkan secara verbal.[12]
20.
Belajar Kognitif
Tak dapat dsisangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan
masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang
melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat
mental. Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya yang
bersifat materiil, tetapi juga bersifat tidak materil.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang
tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan
mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap objek-objek yang
diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak ke
arah perubahan. [13]
21.
Belajar
teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
( pengetahuan ) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami
dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang
studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsep, relasi-relasi diantara
konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan.[14]
22.
Belajar
konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah
objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu
mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran
orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga.
Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata
(lambang bahasa). Akhirnya, belajar konsep adalah berpikir dalam konsep dan
belajar pengertian. Taraf ini adalah taraf komprehensif, taraf kedua dalam
taraf berpikir. Taraf pertamanya adalah taraf pengetahuan, yaitu belajar
reseptif atau menerima.[15]
23.
Belajar
kaidah
Belajar kaidah ( rule ) termasuk jenis belajar kemahiran
intelektual ( intelectual skill ) yang dikemukan oleh Gagne. Belajar
kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk
suatu ketentuan yang mempresentasikan suatu keteraturan. Kaidah adalah suatu
pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan suatu representasi (
gambaran ) mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur
kehidupan sehari-hari.
Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan yang
berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, belajar kaidah sangat penting bagi seseorang
sebagai salah satu upaya penguasaan ilmu selama belajar di sekolah atau di
perguruan tinggi ( universitas ).[16]
24.
Belajar
keterampilan motorik ( motor skill )
Dalam kehidupan manusia, keterampilan motorik memegang peranan
sangat pokok. Seorang anak kecil sudah harus menguasai berbagai keterampilan
motorik. Pada waktu masuk sekolah dasar, anak memperoleh
keterampilan-keterampilan baru, seperti menulis dengan memegang alat tulis dan
membuat gambar-gambar; keterampilan-keterampilan ini menjadi bekal dalam perkembangan
kognitifnya.[17]
25.
Belajar
estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan
menghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian.[18]
C.
Aktivitas-aktivitas Belajar
Belajar bukanlah berproses dalam kehampaan, tidak pula pernah sepi
dari berbagai aktivitas. Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa
melibatkan aktivitas raganya. Apalagi bila akativitas belajar itu berhubungan
dengan masalah belajar menulis, mencatatat, memandang, membaca, mengingat,
berpikir, latihan atau praktek, dan sebagainya.[19] Oleh
karena itulah, berikut ini dibahas beberapa aktivitas belajar, sebagai berikut:
1.
Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang
belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru
menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa atau mahasiswa diharuskan
mendengarkan apa yang guru ( dosen ) sampaikan. Menjadi pendengar yang baik
dituntut dari mereka, di sela-sela ceramah itu, ada aktivitas mencatat hal-hal
yang dianggap penting.
Aktivitas mendengarkan adalah aktivitas belajar yang diakui
kebenarannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan formal
persekolahan, ataupun non-formal. Apabila dalam kerangka pemerataan pendidikan,
maka anak-anak tuna rungu perlu diperhatikan secara intensif agar tidak ada
lagi penyakit kebodohan. Itulah nilai strategis aktivitas mendengarkan dalam
belajar.[20]
2.
Memandang
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas
memandang berhubungan erat dengan mata, karena dalam memandang itu matalah yang
memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin terjadi aktivitas memandang
dapat dilakukan. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang
berarti belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar di sini adalah
aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan
perubahan tingkah laku yang positif.
Aktivitas memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan
belajar. Meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak adanya tujuan
yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.[21]
3.
Meraba,
membau, dan mencicipi/mengecap
Aktivitas meraba, membau dan mengecap adalah indra manusia yang
dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas
meraba, membau dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk
belajar, tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh tujuan. Dengan demikian,
aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau, ataupun aktivitas mengecap dapat
dikatakan belajar, apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan,
motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk
memperoleh perubahan tingkah laku.[22]
4.
Menulis
atau mencatat
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan
dari aktivitas belajar. Perlu diketahui bahwa tidak setiap mencatat adalah belajar.
Aktivitas mencatat yang bersifat menurut, menciplak atau mengcopy tidak dapat
dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai aktivitas
belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan
tujuannya, serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya
berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
5.
Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan
selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Kalau belajar adalah untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu
pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain
yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca. Kalau begitu membaca identik
dengan mencari ilmu pengetahuan agar menjadi cerdas, dan mengabaikannya berarti
kebodohan.[23]
6.
Membuat
ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi
Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena
menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan
ini memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam
buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif,
bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum cukup. Sementara membaca,
pada hal-hal yang penting perlu diberi garis bawah ( underlining ). Hal
ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari,
bila diperlukan.
7.
Mengamati
tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan
Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering dijumpai tabel-tabel,
diagram, ataupun bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat berguna bagi
seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula gambar-gambar,
peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman
seseorang tentang sesuatu hal. Semua tabel-tabel, diagram-diagram, dan bagan
dihadirkan di buku tidak lain adalah dalam rangka memperjelas penjelasan yang
penulis uraikan.[24]
8.
Menyusun
paper atau kertas kerja
Bila pembicaraan ini memasalahkan penyusunan paper, maka hal ini
berhubungan erat dengan masalah tulis menulis. Penulisan yang baik sesuai
dengan prosedur ilmiah dituntut dalam penulisan paper ini. Penggunaan bahasa
Indonesia yang baik dan benar menurut ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD) dituntut, sehingga menghasilkan karya tulis yang bermutu tinggi.
Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis
dan sistematis. Metodologis artinya menggunakan metode menggunakan
metode-metode tertentu dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan
kerangka pikir yang logis dan kronologis.[25]
9.
Mengingat
Mengingat merupakan gejala psikologis. Untuk mengetahui bahwa
seseorang sedang mengingat sesuatu, dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya.
Perbuatan mengingat dilakukan bila seseorang sedang mengingat-ingat kesan yang
telah dipunyai.
Ingatan itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan (learning),
menyimpan (retention), dan menimbulkan kembali (remembering)
hal-hal yang telah lampau. Jadi, mengenai ingatan tersebut ada tiga fungsi,
yaitu: memasukkan, menyimpan, dan mengangkat kembali ke alam sadar. Mengingat
adalah salah satu aktivitas belajar. Tidak ada seorang pun yang tidak pernah
mengingat dalam belajar.[26]
10.
Berpikir
Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang
memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan
antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir, tetapi ada taraf
tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir yang tinggi.[27]
11.
Latihan
atau praktek
Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya
penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat, belajar sambil
berbuat dalam hal ini termasuk latihan, latihan termasuk cara yang baik untuk
memperkuat ingatan.[28]
D.
Jenis-jenis dan Bentuk Kegiatan Belajar Aktif
Kegiatan-kegiatan belajar apa yang dapat dilakukan oleh para siswa.
Dalam Model Satuan Pelajaran (MSP) guru dituntut untuk merumuskan sejumlah
pokok kegiatan belajar mengajar. Guru dapat merumuskannya sesuai dengan
kebutuhan siswa, bertitik tolak dari tingkah laku siswa, dan bermaksud mencapai
tujuan intruksional khusus dan materi pelajaran yang akan disampaikan.
Dalam uraian berikut ini disajikan beberapa klasifikasi kegiatan
belajar mengajar yang dapat atau seharusnya dilakukan oleh siswa.
Curiculum Guiding Comitte of the Winscosin Co-Operative Educational
Planning Program telah mengadakan klasifikasi tentang kegiatan-kegiatan belajar
sebagai berikut:
1.
Kegiatan
penyelidikkan: membaca, berwawancara, mendengarkan radio, menonton film, dan avlat-alat
AVA lainnya.
2.
Kegiatan
penyajian: laporan, panel dan round table dis-cussion, mempertunjukkan visual
aid, membuat grafik dan chart.
3.
Kegiatan
latihan mekanis digunakan bila kelompok menemui kesulitan sehingga perlu
diadakan ulangan-ulangan dan pelatihan.
4.
Kegiatan
apresiasi: mendengarkan musik, membaca, menyaksikan gambar.
5.
Kegiatan
observasi dan mendengarkan: membentuk alat-alat dari murid sebagai alat bantu
belajar.
6.
Kegiatan
ekspresi kreatif: pekerjaan tangan, menggambar, menulis, bercerita, bermain,
membuat sajak, bernyanyi, dan bermain musik.
7.
Bekerja
dalam kelompok: pelatihan dalam tata kerja demokratis, pembagian kerja antara
kelompok dalam melaksanakan rencana.
8.
Pecobaan:
belajar mencobakan cara-cara mengerjakan sesuatu, kerja laboratorium dengan
menekankan perlengkapan-perlengkapan yang dapat dibuat oleh murid di samping
perlengkapan-perlengkapan yang telah tersedia.[29]
9.
Kegiatan
mengorganisasikan dan menilai: diskriminasi, menyeleksi, mengatur dan menilai
pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka sendiri.
Paul D.
Diedrich membagi kegiatan belajar ke dalam delapan kelompok, yaitu:
1.
Kegiatan
visual: membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, mengamati demostrasi dan
pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2.
Kegiatan
moral: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,
mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara,
diskusi dan interupsi.
3.
Kegiatan
mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau
diskusi kelompok, mendengarkan permainan, mendengrkan radio.
4.
Kegiatan
menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan
fotokopian, membuat out-line atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
5.
Kegiatan
menggambar: menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, pola.
6.
Kegiatan
motorik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat
model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
7.
Kegiatan
mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor,
melihat hubungan, membuat keputusan.
8.
Kegiatan
emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan nomor 8
terdapat dalam suatu jenis kegiatan dan saling lingkup.[30]
Gertrude M.
Whipple membagi kegiatan-kegiatan murid sebagai berikut:
1.
Bekerja
dengan alat-alat visual
a.
Mengumpulkan
gambar-gambar dan bahan-bahan ilustrasi lainnya.
b.
Mempelajari
gambar-gambar, stretograph, slide, film-film khusus, mendengarkan
penjelasan-penjelasan, mengajukan pertanyaan.
c.
Mengulangi
pameran
d.
Mencatat
pertanyaan-pertanyaan yang menarik minat sambil mengamati bahan-bahan visual.
e.
Memilih
alat-alat visual ketika memberikan laporan lisan.
f.
Menyusun
pameran, menulis tabel dan penjelasan-penjelasan.
g.
Mengatur
file material untuk dipergunakan kelak.
2.
Ekskursi
dan trip
a.
Mengunjungi
musium, akuarium, kebun binatang.
b.
Mengundang
lembaga-lembaga atau jawatan-jawatan yang dapat memberikan
keterangan-keterangan dan bahan-bahan.
c.
Menyaksikan
demonstrasi, seperti pabrik sabun, kedudukan surat kabar.
3.
Mempelajari
masalah-masalah
a.
Mencari
informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting.
b.
Mempelajari
ensiklopedi dan buku-buku referensi.
c.
Membawa
buku-buku dari rumah dan dari perpustakaan umum untuk melengkapi koleksi
sekolah.
d.
Mengirim
surat kepada badan-badan usaha untuk memperoleh informasi dan bahan-bahan.
e.
Melaksanakan
petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh guide sheet yang telah dipersiapkan
oleh biru.
f.
Membuat
catatan-catatan sebagai persiapan laporan dan diskusi-diskusi.
g.
Menafsirkan
peta untuk menemukan lokasi-lokasi.
h.
Melakukan
eksperimen, misalnya membuat sabun.[31]
4.
Mengapresiasi
literatur
a.
Membaca
cerita-cerita yang menarik.
b.
Membaca
sajak-sajak untuk kesenian.
c.
Mendengarkan
bacaan untuk kesenangan dan informasi.
5.
Ilustrasi
dan konstruksi
a.
Membuat
chart dan diagram.
b.
Membuat
blueprint.
c.
Menggambar
dan membuat peta, memproduksi peta, peta relief, dan pictorial map.
d.
Membuat
poster.
e.
Membuat
ilustrasi.
f.
Menyusun
rencana permainan.
g.
Menyiapkan
frieze.
h.
Membuat
artikel untuk pameran.
6.
Bekerja
menyajikan informasi
a.
Menyarankan
cara-cara menyajikan informasi yang menarik.
b.
Menyensor
bahan-bahan dalam buku-buku.
c.
Menyusun
buletin secara up-tu-date.
d.
Merencanakan
dan memberikan program asembly.
e.
Menulis
dan menyajikan dramatisasi.[32]
7.
Check
dan test
a.
Mengerjakan
informasi dan standardized test.
b.
Menyiapkan
tes-tes untuk murid lain.
c.
Menyusun
grafik perkembangan.
Untuk menentukan kegiatan-kegiatan belajar mana yang akan dipilih,
sebaiknya kita memperhatikan kriteria sebagai berikut:
1.
Kegiatan
itu hendaknya dikenal oleh anak dan dirasakan kegunaannya oleh murid untuk
mencapai tujuan.
2.
Kegiatan-kegiatan
itu dipahami oleh guru dalam menuntun anak-anak ke tujuan yang dinginkan.
3.
Sesuai
dengan kematangan kelompok, merangsang, achivable, menuju ke belajar
yang baik.
4.
Kegiatan
itu banyak varietasnya untuk memperkembangkan anak secara seimbang terhadap
banyaknya individu dan aktivitas kelompok.
5.
Memungkinkan
pengguna sumber-sumber sekolah dan masyarakat.
6.
Kegiatan-kegiatan
itu sesuai dengan perbedaan-perbedaan individu.[33]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari
suatu situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam
rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan
aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. Setiap situasi di manapun dan
kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada seseorang.
Adapun aktivitas-aktivitas belajar tersebut antara lain:
mendengarkan, memandang,meraba/membau/ mencicipi/mengecap, menulis atau
mencatat, membaca, membuat ikhtisar atau ringkasan serta menggarisbawahi,
mengamati tabel-tabel/diagram-diagram serta bagan-bagan, menyusun paper atau
kertas kerja, mengingat, berpikir, dan latihan atau praktek.
Aktivitas belajar akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh
para pengajar serta anak didiknya, keduanya akan saling berinteraksi. Maka dari
itu diharapkan jenis-jenis, aktivitas-aktivitas, dan kegiatan belajar yang dibahas dalam makalah
ini akan dapat memberikan pedoman bagi para pembaca dalam hal proses belajar
maupun mengajar agar proses tersebut berjalan dengan baik atau sesuai dengan
yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Syah,
Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2000.
Slameto,
Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta,
1995.
Bahri
Djamarah, Syaiful, Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Ahmadi,
Abu, Strategi Belajar Menagajar (SBM). Bandung: CV Pustaka Setia, 1997.
Hamalik,
Oemar, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA.
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001.
[1] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang
mempengaruhinya.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hal.2
[2] Muhibbin, Syah,
Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.(Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000), hal.122
[4] Ibid, hal.123
[5] Ibid, hal.123-124
[6] Ibid, hal.124
[7] Slameto, Belajar
dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995),
hal.5
[8] Ibid, hal.5-6
[9] Ibid, hal.6
[10] Ibid, hal.6-7
[11] Ibid, hal.7
[13] Syaiful ,Bahri
Djamarah, Psikologi Bealajar. (
Jakarta: Rineka Cipta,20002 ), hal.28-29
[14] Ibid,
hal.30
[15] Ibid,
hal.30-32
[16] Ibid,
hal.32-33
[17] Ibid,
hal.36-37
[18] Ibid,
hal.37
[19] Ibid,
hal.38
[20] Ibid,
hal.38-39
[21] Ibid,
hal.39-40
[22] Ibid,
hal.40
[23] Ibid,
hal.41
[24] Ibid, hal.42
[28] Ibid, hal.45
[31] Oemar,
Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. (
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), hal.21-22
[32] Ibid,
hal. 23
[33] Ibid, hal.
23-24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar